Berikut saya memaparkan sedikit ulasan tentang ahir hidup dari bapak plokamator kita, presiden RI pertama.
Tak lama sehabis misi tak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 serta MPRS menunjuk Soeharto sebagai Presiden RI, Bung Karno mendapat surat buat dengan cepat tidak membawa Istana dalam masa 2 X 24 Jam Bung Karno tak dikasi masa buat menginventarisir barang-barang dirinya. Wajah-wajah tentara yang mengusir Bung Karno tak bersahabat lagi.
"Bapak sesegera mungkin meninggalkan Istana ini dalam masa dua hari dari sekarang!"
Bung Karno pergi ke ruang makan serta menatap Guruh sedang membaca buku di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu" kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya serta berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu" Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak tak boleh lagi tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau Perihal lain, itu memiliki negara". Kata Bung Karno, lalu Bung Karno melangkah ke arah ruang tamu Istana disana ia mengumpulkan seluruh ajudan-ajudannya yang setia.
Sebagian ajudannya telah tak kelihatan pasal para ajudan bung karno telah ditangkapi pasal diduga terlibat Gestapu. "Aku telah tak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, serta macam-macam barang, Itu milik negara.
Semua ajudan menangis saat tau Bung Karno mau pergi "Kenapa bapak tak melawan, kenapa dari dulu bapak tak melawan". Salah satu ajudan separuh berteriak mengeluhkan perlakuan diam Bung Karno "Kalian tau apa, kalau aku menghadapi nanti perang saudara, perang saudara itu susah bahwa perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri? tidak!!! wajahnya setara dengan wajahmu, keluarganya setara dengan keluargamu, lebih baik aku yang robek serta hancur daripada bangsa ini hancur", tegas bung karno kepada ajudannya.
Tiba-tiba sebagian orang dari dapur berlarian saat mendengar Bung Karno mau pergi dari Istana. "Pak kami jelas jelas tak adanya anggaran buat masak, tetapi kami tak nikmat jika bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami buat masak agak nikmat dari biasanya".
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi itu justru enak, kalian masak sayur lodeh saja. saya ini perlunya apa"
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak sesegera mungkin dengan cepat meninggalkan tempat ini". sebagian tentara telah memasuki ruangan tamu serta menyebar sampai ke ruang makan.
Mereka juga berdiri di depan Bung Karno dengan senapan terhunus. Bung Karno dengan cepat menelusuri koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan ialah bendera pusaka akan diambil oleh tentara.
Lalu dengan laju Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno berdiri sejenak melihat tentara-tentara itu, namun sebagian perwira memaksa badan Bung Karno buat keluar kamar Sesaat ia menatap wajah Ajudannya Maulwi Saelan ( pengawal terakhir bung karno ), serta Bung Karno menoleh ke arah Saelan "Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu-buru.
"Bapak tak berpakaian rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak Bung Karno cuma mengibaskan tangannya. Bung Karno langsung naik VW Kodok, satu-satunya mobil pribadi yang ia memiliki serta meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno cuma duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya cuma mengguntingi daun-daun di halaman, Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal sakti sekali namun obat yang kebiasaannya diberikan telah tak boleh diberikan.
Sisa obat di Istana dibuangi, Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri gadis Bali buat jalan-jalan. Saat menatap duku, Bung Karno kepengen duku tetapi dia tak memiliki uang. "Aku pengen duku, Tri,. Sing Ngelah Pis, saya tak memiliki uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga menatap ke dompetnya, ia merasa cukuplah untuk beli duku sekilo.
Lalu Nitri mendatangi tukang duku serta berkata "Pak Bawa dukunya ke orang yang adanya di dalam mobil". Tukang duku itu berjalan serta mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang duku dengan logat betawi kental
Bung Karno dengan tersenyum bahagia berkata "coba kamu cari yang enak". Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan suara ini. lalu tukang duku itu berteriak "BapakBapakBapakItu. BapakBapaak". Tukang duku justru berlarian ke arah teman-temannya di pinggir jalan" adanya Pak Karno, adanya Pak Karno". mereka berlarian ke arah mobil VW Kodok warna putih itu serta dengan dan merta para tukang buah membagikan buah-buah terhadap Bung Karno Awalnya Bung Karno tertawa senang, ia habit menikmati dengan rakyatnya.
Tetapi kondisi berubah, kontan dalam pikiran Bung Karno, ia takut rakyat yang tak tau apa-apa ini lalu digelandang tentara gara-gara dekat dengan dirinya. "Tri, berangkat cepat". perintah Bung Karno serta ia melambaikan ke tangan rakyatnya yang terus menerus memanggil namanya bahkan adanya yang sampai menitikkan air mata.
Mereka tau pemimpinnya dalam kondisi susah Mengetahui jikalau Bung Karno kerap keluar dari Jalan Sriwijaya, bikin sebagian perwira pro Suharto tak suka. seketika satu malam adanya satu truk ke rumah Fatmawati serta mereka memindahkan Bung Karno ke Bogor. Di Bogor ia dirawat oleh Dokter Hewan! Bung Karno lantas diangkut ke Wisma Yaso, tetapi kali ini tindakan tentara lebih keras.
Bung Karno setara sekali tak diperbolehkan keluar dari kamar. Seringkali ia dibentak jika akan melaksanakan sesuatu, suatu saat Bung Karno dengan tidak sengaja mendapatkan lembaran koran bekas bungkus sesuatu, koran itu langsung direbut serta ia dimarahi Kamar Bung Karno berantakan sekali, jorok serta bau. jelas jelas adanya yang merapikan tetapi tak serius.
Dokter yang diperintahkan menjaga Bung Karno, dokter Mahar Mardjono nyaris menangis pasal setara sekali tak adanya obat-obatan yang dapat dipakai Bung Karno, Ia tahu obat-obatan yang adanya di laci Istana telah dibuangi atas perintah seorang Perwira Tinggi.
Mahar Mardjono cuma dapat membagikan Vitamin serta Royal Jelly yang sebenarnya cuma madu biasa. bila susah tidur Bung Karno dikasi Valium, Sukarno setara sekali tak diberikan obat buat meredakan sakit dampak ginjalnya tak berfungsi.
Bahkan adanya satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno serta berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tetapi Bung Karno menolak buat ikut pasal itu bermakna akan memancing perang saudara, Pada awal tahun 1970 Bung Karno datang ke rumah Fatmawati buat menghadiri pernikahan Rachmawati. Bung Karno yang jalan saja sulit datang ke rumah isterinya itu. Wajah Bung Karno bengkak-bengkak Ketika tau Bung Karno datang ke rumah Fatmawati, banyak orang langsung berbondong-bondong ke sana serta sesampainya di depan rumah mereka berteriak "Hidup Bung Karno, hidup Bung Karno, Hidup Bung Karno!!!!!"
Masuk ke bulan Februari penyakit Bung Karno sakti sekali sekali ia tak kuat berdiri, tidur saja. tak boleh adanya orang yang dapat masuk. Ia kerap berteriak kesakitan. kebiasaannya penderita penyakit ginjal jelas jelas akan diikuti keadaan psikis yang kacau Ia berteriak " SakitSakit. ya AllahSakit". tetapi tentara pengawal diam saja pasal diperintahkan begitu oleh komandan. Sampai-sampai adanya satu tentara yang menangis mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar.
Kepentingan politik tidak dapat memendung rasa kemanusiaan, serta air mata ialah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu Hatta yang dilapori keadaan Bung Karno menulis surat terhadap Suharto serta mengecam metode menjaga Sukarno.
Di rumahnya Hatta duduk di beranda bersetara dengan menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu, lantas dia bicara terhadap isterinya Rachmi buat bertemu dengan Bung Karno "Kakak tak bisa kesana, Bung Karno telah jadi tahanan politik" ujar istri bung hatta, Hatta menoleh terhadap isterinya serta berkata "Sukarno ialah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang setara supaya negeri ini merdeka. jika jelas jelas adanya perbedaan diantara kami itu lumrah tetapi saya tidak tahan mendengar berita Sukarno disakiti layaknya ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto buat bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang telah hampir tak sadar, badannya tak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam serta berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta ia tercekat mata Hatta telah basah Bung Karno berkata pelan serta tangannya berupaya meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou?" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda - kaya gimana pula kabarmu Hatta? Hatta memegang lembut tangan Bung Karno serta mendekatkan wajahnya, air mata Hatta tentang wajah Bung Karno serta Bung Karno menangis layaknya anak kecil Dua proklamator bangsa ini menangis, di sesuatu kamar yang bau serta jorok, kamar yang menjadi saksi adanya dua orang yang memerdekakan bangsa ini di akhir hidupnya merasa tak bahagia.
Suatu kaitan yang menyesakkan dada Tak lama sehabis Hatta pulang, Bung Karno mati. setara saat Proklamasi 1945 Bung Karno menunggui Hatta di kamar buat dengan cepat membacai Proklamasi, saat kematiannya-pun Bung Karno juga seolah menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan.
(di rangkum dari beragam sumber).
Tak lama sehabis misi tak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 serta MPRS menunjuk Soeharto sebagai Presiden RI, Bung Karno mendapat surat buat dengan cepat tidak membawa Istana dalam masa 2 X 24 Jam Bung Karno tak dikasi masa buat menginventarisir barang-barang dirinya. Wajah-wajah tentara yang mengusir Bung Karno tak bersahabat lagi.
"Bapak sesegera mungkin meninggalkan Istana ini dalam masa dua hari dari sekarang!"
Bung Karno pergi ke ruang makan serta menatap Guruh sedang membaca buku di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu" kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya serta berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu" Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak tak boleh lagi tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau Perihal lain, itu memiliki negara". Kata Bung Karno, lalu Bung Karno melangkah ke arah ruang tamu Istana disana ia mengumpulkan seluruh ajudan-ajudannya yang setia.
Sebagian ajudannya telah tak kelihatan pasal para ajudan bung karno telah ditangkapi pasal diduga terlibat Gestapu. "Aku telah tak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, serta macam-macam barang, Itu milik negara.
Semua ajudan menangis saat tau Bung Karno mau pergi "Kenapa bapak tak melawan, kenapa dari dulu bapak tak melawan". Salah satu ajudan separuh berteriak mengeluhkan perlakuan diam Bung Karno "Kalian tau apa, kalau aku menghadapi nanti perang saudara, perang saudara itu susah bahwa perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri? tidak!!! wajahnya setara dengan wajahmu, keluarganya setara dengan keluargamu, lebih baik aku yang robek serta hancur daripada bangsa ini hancur", tegas bung karno kepada ajudannya.
Tiba-tiba sebagian orang dari dapur berlarian saat mendengar Bung Karno mau pergi dari Istana. "Pak kami jelas jelas tak adanya anggaran buat masak, tetapi kami tak nikmat jika bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami buat masak agak nikmat dari biasanya".
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi itu justru enak, kalian masak sayur lodeh saja. saya ini perlunya apa"
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak sesegera mungkin dengan cepat meninggalkan tempat ini". sebagian tentara telah memasuki ruangan tamu serta menyebar sampai ke ruang makan.
Mereka juga berdiri di depan Bung Karno dengan senapan terhunus. Bung Karno dengan cepat menelusuri koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan ialah bendera pusaka akan diambil oleh tentara.
Lalu dengan laju Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno berdiri sejenak melihat tentara-tentara itu, namun sebagian perwira memaksa badan Bung Karno buat keluar kamar Sesaat ia menatap wajah Ajudannya Maulwi Saelan ( pengawal terakhir bung karno ), serta Bung Karno menoleh ke arah Saelan "Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu-buru.
"Bapak tak berpakaian rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak Bung Karno cuma mengibaskan tangannya. Bung Karno langsung naik VW Kodok, satu-satunya mobil pribadi yang ia memiliki serta meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno cuma duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya cuma mengguntingi daun-daun di halaman, Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal sakti sekali namun obat yang kebiasaannya diberikan telah tak boleh diberikan.
Sisa obat di Istana dibuangi, Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri gadis Bali buat jalan-jalan. Saat menatap duku, Bung Karno kepengen duku tetapi dia tak memiliki uang. "Aku pengen duku, Tri,. Sing Ngelah Pis, saya tak memiliki uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga menatap ke dompetnya, ia merasa cukuplah untuk beli duku sekilo.
Lalu Nitri mendatangi tukang duku serta berkata "Pak Bawa dukunya ke orang yang adanya di dalam mobil". Tukang duku itu berjalan serta mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang duku dengan logat betawi kental
Bung Karno dengan tersenyum bahagia berkata "coba kamu cari yang enak". Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan suara ini. lalu tukang duku itu berteriak "BapakBapakBapakItu. BapakBapaak". Tukang duku justru berlarian ke arah teman-temannya di pinggir jalan" adanya Pak Karno, adanya Pak Karno". mereka berlarian ke arah mobil VW Kodok warna putih itu serta dengan dan merta para tukang buah membagikan buah-buah terhadap Bung Karno Awalnya Bung Karno tertawa senang, ia habit menikmati dengan rakyatnya.
Tetapi kondisi berubah, kontan dalam pikiran Bung Karno, ia takut rakyat yang tak tau apa-apa ini lalu digelandang tentara gara-gara dekat dengan dirinya. "Tri, berangkat cepat". perintah Bung Karno serta ia melambaikan ke tangan rakyatnya yang terus menerus memanggil namanya bahkan adanya yang sampai menitikkan air mata.
Mereka tau pemimpinnya dalam kondisi susah Mengetahui jikalau Bung Karno kerap keluar dari Jalan Sriwijaya, bikin sebagian perwira pro Suharto tak suka. seketika satu malam adanya satu truk ke rumah Fatmawati serta mereka memindahkan Bung Karno ke Bogor. Di Bogor ia dirawat oleh Dokter Hewan! Bung Karno lantas diangkut ke Wisma Yaso, tetapi kali ini tindakan tentara lebih keras.
Bung Karno setara sekali tak diperbolehkan keluar dari kamar. Seringkali ia dibentak jika akan melaksanakan sesuatu, suatu saat Bung Karno dengan tidak sengaja mendapatkan lembaran koran bekas bungkus sesuatu, koran itu langsung direbut serta ia dimarahi Kamar Bung Karno berantakan sekali, jorok serta bau. jelas jelas adanya yang merapikan tetapi tak serius.
Dokter yang diperintahkan menjaga Bung Karno, dokter Mahar Mardjono nyaris menangis pasal setara sekali tak adanya obat-obatan yang dapat dipakai Bung Karno, Ia tahu obat-obatan yang adanya di laci Istana telah dibuangi atas perintah seorang Perwira Tinggi.
Mahar Mardjono cuma dapat membagikan Vitamin serta Royal Jelly yang sebenarnya cuma madu biasa. bila susah tidur Bung Karno dikasi Valium, Sukarno setara sekali tak diberikan obat buat meredakan sakit dampak ginjalnya tak berfungsi.
Bahkan adanya satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno serta berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tetapi Bung Karno menolak buat ikut pasal itu bermakna akan memancing perang saudara, Pada awal tahun 1970 Bung Karno datang ke rumah Fatmawati buat menghadiri pernikahan Rachmawati. Bung Karno yang jalan saja sulit datang ke rumah isterinya itu. Wajah Bung Karno bengkak-bengkak Ketika tau Bung Karno datang ke rumah Fatmawati, banyak orang langsung berbondong-bondong ke sana serta sesampainya di depan rumah mereka berteriak "Hidup Bung Karno, hidup Bung Karno, Hidup Bung Karno!!!!!"
Masuk ke bulan Februari penyakit Bung Karno sakti sekali sekali ia tak kuat berdiri, tidur saja. tak boleh adanya orang yang dapat masuk. Ia kerap berteriak kesakitan. kebiasaannya penderita penyakit ginjal jelas jelas akan diikuti keadaan psikis yang kacau Ia berteriak " SakitSakit. ya AllahSakit". tetapi tentara pengawal diam saja pasal diperintahkan begitu oleh komandan. Sampai-sampai adanya satu tentara yang menangis mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar.
Kepentingan politik tidak dapat memendung rasa kemanusiaan, serta air mata ialah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu Hatta yang dilapori keadaan Bung Karno menulis surat terhadap Suharto serta mengecam metode menjaga Sukarno.
Di rumahnya Hatta duduk di beranda bersetara dengan menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu, lantas dia bicara terhadap isterinya Rachmi buat bertemu dengan Bung Karno "Kakak tak bisa kesana, Bung Karno telah jadi tahanan politik" ujar istri bung hatta, Hatta menoleh terhadap isterinya serta berkata "Sukarno ialah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang setara supaya negeri ini merdeka. jika jelas jelas adanya perbedaan diantara kami itu lumrah tetapi saya tidak tahan mendengar berita Sukarno disakiti layaknya ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto buat bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang telah hampir tak sadar, badannya tak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam serta berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta ia tercekat mata Hatta telah basah Bung Karno berkata pelan serta tangannya berupaya meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou?" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda - kaya gimana pula kabarmu Hatta? Hatta memegang lembut tangan Bung Karno serta mendekatkan wajahnya, air mata Hatta tentang wajah Bung Karno serta Bung Karno menangis layaknya anak kecil Dua proklamator bangsa ini menangis, di sesuatu kamar yang bau serta jorok, kamar yang menjadi saksi adanya dua orang yang memerdekakan bangsa ini di akhir hidupnya merasa tak bahagia.
Suatu kaitan yang menyesakkan dada Tak lama sehabis Hatta pulang, Bung Karno mati. setara saat Proklamasi 1945 Bung Karno menunggui Hatta di kamar buat dengan cepat membacai Proklamasi, saat kematiannya-pun Bung Karno juga seolah menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan.
(di rangkum dari beragam sumber).